Minggu, 05 April 2015

"Di Pesantrenlah Saya Belajar IKHLAS"

        Pesantren mahasiswa dan pesatren calon sarjana tentu sudah tidak asing lagi bagi kalangan mahasiswa UNISBA (Universitas Islam Bandung) karena itu ada dalam matakuliah PAI 2 bagi seluruh Fakultas di Unisba dan merupakan kewajiban yang harus ditempuh mahasiswa sebagai kelanjutan dari mentoring dan pesantren tersebut sebagai syarat agar mahasiwa nantinya bisa mengikuti sidang skripsi, sidang BTAQ (Baca Tulis Qur’an) dan sidang-sidang lainnya, pesantren tersebut sebagai ciri khas dari UNISBA sebagai perguruan tinggi yang bernafaskan islami dan sudah dilaksanakan sejak jaman dahulu unisba berdiri selain ciri khas yang lainnya adalah matakuliah Pendidikan Agama Islam (PAI)  yang ada dari semester 1 sampai dengan semester 7 disemua Fakultas yang ada di UNISBA.
        Termasuk saya yang sudah mengikuti Pesantren Mahasiswa pada tahun 2013 dua tahun silam. Sebelumnya saya mengikuti mentoring selama 8x pertemuan lalu saya mengikuti ujian mentoring dan allhamdulillah saya pun lulus ujian mentoring dengan nilai “B” dan berhak melanjutkan studi keagamaan saya dengan mengikuti Pesantren mahasiswa, saya mengikuti pesantren mahasiswa itu tepat pada waktunya yaitu pada semester 2, ketika saya melihat daftar peserta pesantren mahasiswa gelombang 5 disitu sama sekali tidak ada nama peserta yang berasal dari Fakultas Ilmu Komunikasi (disiplin ilmu yang saya tempuh) terutama kaum laki-lakinya, saya sempat merasa malas mengikuti pesantren karena takut disana tidak memiliki teman karena tidak ada rekan se-fakultas, akan tetapi saya berpikir kembali bahwa saya harusnya bersyukur sudah mendapatkan jatah untuk mengikuti pesantren ini dibandingkan teman-teman saya yang harus mengulang mentoring dan melaksanakan pesantren tahun depan.
        Waktu itu hari senin pagi hari sekali kira-kira pukul 05.30wib saya pergi ke tempat diadakannya pesantren yaitu di kampus UNISBA 2 yang terletak di ciburial-bandung dengan diantarkan saudara saya menggunakan motor, karena persyaratan pesantren itu sendiri, mahasiswa tidak diperbolehkan membawa kendaraan sendiri untuk menghindari perbuatan yang tidak diinginkan. Setelah sampai disanapun saya seperti orang yang kebingungan karena benar-benar sendirian tidak ada teman dekat, saya melihat mahasiwa yang lain bisa menjalankan pesantren bersama rekan sefakultasnya atau bahkan dengan para sahabatnya.
        Akan tetapi ada salah satu mahasiswa yang datang menghapiri saya lalu mengajak saya ngobrol dan mengajak saya kenalan, karena ternyata diapun sendirian karena teman-teman yang lainnya belum datang. Namanya adalah Hasnan dari Fakultas Syariah seangkatan dengan saya (2012). Kami pun mengobrol banyak tentang bidang studi masing-masing yang ditempuh, tentang Unisba, tentang pesantren ini dan masih banyak lagi yang kita bicarakan, dan ternyata saya dan hasnan itu satu kamar waktu pesantren lalu. Lalu hasnan pun tidak ragu mengenalkan saya dengan para teman kelasnya yang waktu itu mengikuti pesantren bareng, saya pun tidak merasa khawatir lagi akan merasa kesepian dipesantren karena mereka (Hasnan&teman-temannya) sangat welcom sekali terhadap orang baru mereka kenal seperti saya ini, lalu mereka sangat asik sekali diajak berbicara masalah apapun termasuk membicarakan soal agama islam. Memang dua hari pertama saya merasa tidak betah karena saya tidak dengan rasa ikhlas dalam menjalankan pesantren ini, saya hanya mengeluh dan ingin segera pulang saja. Akan tetapi teman-teman saya yang lain begitu semangatnya mengikuti pesantren ini mereka terlihat sangat nyaman dan khusyu sekali dikala sedang beribadah, lalu melihat begitu saya pun berusaha beradaptasi agar ikhlas dalam menjalankan pesantren ini, ternyata benar saja begitu luar biasa sekali pesantren mahasiswa itu, karena dari mulai sepertiga malam kita sudah diajak untuk beribadah shalat tahajud, tausiyah dan tadarus al qur’an, padahal biasanya saya sedang tertidur pulas dirumah, lalu shalat subuh, lalu dipagi harinya berolahraga bersama, lalu masuk ke kelas masing-masing untuk mendapatkan materi keagamaan dari para dosen, siang hari hingga sore hari kita belajar bagaimana belajar al-qur’an yang baik dan benar sesuai tajwidnya dan mengkajinya. Sunggu luar biasa pengalaman yang saya bisa dapatkan ini, dari mulai saya bangun tidur hingga tidur kembali dimalam hari dipenuhi dengan keislaman disetiap jamnya, diajarkan bagaimana bisa makan bersama semua mahasiwa yang mengikuti pesantren dan antri saat sedang mengambil makanan, yang biasanya apabila saya ingin makan itu sudah ada tidak perlu antri.
        Tujuh hari kira-kira saya mengikuti kegiatan pesantren mahasiwa tersebut dan pada saat hari ujian tiba saya seperti diberi keajaiban karena dengan mudahnya mengisi soal-soal ujian, meskipun pada malam harinya memang saya dan teman-teman sekamar itu belajar bareng terlebih dahulu, saling bertanya dan saling membantu. Hingga sayapun mendapatkan nilai yang memuaskan dan dinyatakan “Lulus” pesantren mahasiswa, akan tetapi itu tidak terlalu penting, yang penting justru pengalaman yang berharga yang saya dapatkan ketika sedang menjalankan kegiatan pesantren mahasiwa.



Maknanya:
       Saya jangan takut bila mencoba melakukan hal baru, apalagi jika itu demi kebaikan saya dan bila ada didalam jalan Allah Swt. Melakukan segala sesuatu hal itu haru dilakukan dengan ikhlas tanpa mengharapkan balasan apapun atau mengharapkan mendapatkan apapun, kecuali untuk mendapatkan ridho dari Allah Swt. Karena segala sesuatu yang dijalankan secara tidak ikhlas itu hanya akan menyiksa diri kita saja dan tidak ada nilainya sama sekali dimata Allah Swt.
       Percayalah dibalik segala kekurangan kita ini, ada orang lain diluar sana yang ingin  berteman atau menjadi teman kita. Kita tidak boleh mengabaikannya, dan kita pun jangan memilih-milih teman, bergaulah dengan siapapun, ambil perilaku baik dari teman kita dan saling mengingatkan lah disaat kita atau teman kita bersikap salah atau berda dalah jalan yang salah. 

Sabtu, 04 April 2015

"Aku & Persib"

      Nama lengkap saya YUSHA NURHADYAN lahir dikota Banjar (ciamis) 9 oktober 1994 dari dua bersaudara allhamdulilah saya bisa menjadi anak yang pertama dan saya seorang laki-laki tulen. Nama yang diberikan oleh kedua orangtua untuk saya mempunyai arti yaitu YUSHA/YUSA= YUceu (YUCEU YULIANTINI) itu merupakan nama ibu kandung saya, Asep (ASEP MERANSYAH NOOR)  itu merupakan nama ayah kandung saya jadi nama saya adalah gabungan dari nama kedua orangtua saya. Mungkin maksudnya adalah mereka menyatukan namanya di nama buah hatinya yang sangat mereka cintai dan NURHADYAN adalah diambil dari bahasa arab yang artinya “Cahaya Petunjuk Allah Swt” orangtua ingin saya menjadi anak yang soleh, cerdas, berani, berwibawa, bijaksana dan agamis.       
        Mengapa saya sangat cinta dengan PERSIB BANDUNG? Padahal saya bukan orang bandung asli saya lahir diBanjar akan tetapi saya dibesarkan di kota kembang ini dan saya merasa sudah sangat cinta dengan kota Bandung dari segi budaya, cuaca, agama dan Persib bukan hanya milik bandung tetapi juga milik jawabarat, indonesia bahkan mendunia.      
         Mencintai dan mendukung Persib Bandung adalah “HAK bukan KEWAJIBAN” artinya adalah Hak sesuatu yang boleh kita ambil dan dijalankan berarti siapapun yang cinta terhadap persib  mereka sudah mengambil Hak mereka masing-masing. Kewajiban adalah sesuatu yang wajib kita laksanakan seperti kewajiban dalam agama adalah shalat dan kuliah kewajiban kita sebagai mahasiswa. Mendukung persib itu tidak boleh sama sekali ada paksaan kareana mendukung persib itu harus “Make Manah!” (Pakai Hati).      
        

        
        Saya pertama kali mengenal Persib Bandung itu sejak duduk dibangku kelas 3 Sekolah Dasar mendengar cerita dari orang-orang sekitar saya seperti teman-teman disekolah dan para tetangga padahal disitu sama sekali saya belum mengerti tentang permainan sepakbola dan dikeluarga saya sama sekali tiadak ada yang menyukai sepakbola. Betapa bangga dan keluh kesahnya orang-orang disekitar saya itu saat bercerita tentang Persib Bandung baik saat tim kebanggaan jawabarat itu menang maupun sedang mederita kekalahan dan disitu saya mulai tertarik dengan yang namanya Persib Bandung.          
        Saya mulai meminta kepada kedua orang tua untuk dibelikan baju Persib dan ingin dimasukan kedalam Sekolah Sepak Bola karena ingin mengenal lebih jauh tentang dunia sepakbola. Pada saat itu saya di masukan ke SSB lokal yang ada didaerah rumah saya yaitu SSB PSKJ (Persatuan Sepakbola Karamat Junior ) sangat bahagia dan gembira selayaknya perasaan anak kecil pada umumnya yang saya rasakan pada waktu itu dan jika ada yang bertanya soal cita-cita kepada saya dengan bangganya saya menjawab ingin menjadi pemain sepakbola Persib Bandung.      
        Ketika beranjak besar kira-kira pada waktu saya duduk dibangku kelas 6 SD (Sekolah Dasar) saya mulai meminta agar diizinkan menonton langsug Persib distadion akan tetapi Ayah saya menolak mentah-mentah dan tidak memberikian izin kepada saya, karena yang Ayah saya ketahui tentang persib adalah selalu rusuh dalam setiap pertandingan dan itu sangat berbahaya bagi saya, dan pada dasarnya ayah saya tidak mengerti dan tidak suka dengan olahraga sepakbola. Sampai kelas 2 smp pun saya tidak pernah merasakan bagaimana menonton persib di stadion, saya kadang selulu minder ketika teman-teman disekolah saya menceritakan bagaimana serunya menonton pertadingan persib distadion dan jika mendengar teman saya yang nonton persib ke stadion bersama kedua orangtuanya saya langsung merasa iri.  
        Lalu tibalah dimana saya diperbolehkan menonton langsung kestadion itu berkat “Aa andi” dia adalah saudara saya yang sudah dewasa yang berusaha meminta ijin baik-baik dan menjelaskan sedikit kepada ayah saya lalu hingga saya di ijinkan. Lalu saya pun menonton langsung ke stadion dengan ditemani “Aa andi” adalah pada tahun 2008 distadion siliwangi badung tapi sayangnya Persib dikalahkan Persija dengan skor 2-3, walaupun pertama kalinya saya menonton langsung ke stadion harus diwarnai dengan kekalahan persib akan tetapi menurut saya itu sangat berkesan karena pertama kalinya saya bisa hadir langsung ditengah-tengan ribuan bobotoh yang mendukung persib secara langsung. Disitu saya merasakan atmosfer yang sangat hebat berjoged dan bernyanyi bersama menyanyikan lagu atau yel-yel, kadang berteriak tujuannya adalah untuk menyemangati para pemain persib yang sedang bertanding. Pada saat pertandingan usai semua bobotoh merasa kecewa dan marah dengan kekalahan yang dialami persib apalagi harus kalah di kandang sendiri dan ditangan persija yang dikenal sebagai musuh bubuyutan sejak jaman dahulu, para oknum bobotoh sampai ada yang melempari kepolisian yang berjaga dilapangan dan menghancurkan pagar tribun hingga sampai ada yang melakukan aksi bakar-bakaran di tribun stadion. Pada saat itu suasana distadion sangat mencekam seusai pertandingan berlangusung, saya sangat merasa ketakutan karena pertama kalinya saya hadir distadion harus diwarnai oleh kericuhan. Akan tetapi saya tidak akan pernah kapok untuk untuk hadir kembali ke stadion mendukung secara langsung Maung Bandung yang sedang bertanding, karena saya yakin seiring berjalannya waktu para bobotoh akan lebih dewasa dalam hal berfikir dan bertindak demi kebaikan Persib Bandung itu sendiri. Terbukti hingga saat ini makin banyak saja para kaum wanita dan anak-anak yang hadir langsung menyaksikan pertandingan persib di stadion itu berarti bobotoh semakin tertib sehingga memberikan rasa aman kepada siapa saja yang ingin mendukung langsung tim Maung Bandung yang sedang bertanding secara bersama-sama.        Pada saat pulang kerumah ayah saya senang sekali karena saya bisa pulang dengan selamat akan tetapi beliau mengultimatum saya agar jangan menonton persib lagi, akan tetapi “Aa andi menjelaskan sedikit kedapa ayah saya bahwa kerusuhan yang terjadi berlangsung sebentar dan kami langsung buru-buru keluar stadion dan kerusuhan tersebut bukan terjadi di tribun tempat kami menonton lalu polisi pun dengan cepat mengatasi kerusuhan tersebut. Lalu saya berungkap bahwa ‘’kalo satu kali lagi saya menonton ke stadion dan suporternya rusuh lagi, maka ayah sayah boleh cabut ijin saya menonton selalma-lamanya”, lalu ayah saya meng iya-kannya. Disitu saya mulai fakum menonton persib karena saya akan menghadapi Ujian Nasional (UN) Smp, sayapun belajar dengan giat dan rajin dan allhamdulillah sayapun mendapatkan nilai UN Smp yang memuaskan yaitu 36,50. Hingga saya masuk SMA lalu kuliah saya selalu belajar dan mengerjakan tugas dengan rajin disamping menggemari persib, ayah saya pun melihat kegigihan saya dalam belajar, meskipun saya menggemari persib tapi pendidikan akedemis saya tidak terganggu sama sekali, lalu ayah sayapun selalu memberikan ijin saya dalam menonton persib hingga sampai saat ini dan saya berkata pada ayah saya “Persib Semangat Belajar Kami”. 
     Akan tetapi kegalauan terjadi kepada saya ketika november 2014 tahun lalu, seperti kita tahu bahwa persib masuk babak final ISL yang berlangsung distadion Jakabaring Palembang. Bobotoh yang dari bandung pun berbondong-bondong pergi menggunakan bus yang disediakan Viking untuk Tour tersebut, mereka pergi kamis sore karena final akan berlangsung jum’at malam esok harinya sedangkan saya sedangan menjalankan UTS (Ujian Tengah Semester) dikampus tempat saya menuntut ilmu lalu diperparah lagi dengan jadwal UTS hari Jum’at-Sabtu tersebut saya haru melalkuan UTS 6 matakuliah bebrarti apabila saya berangkat ke palembang saya haru mengulang atau meminta susulan 6 matkul tersebut, apabila orang tua saya mengetahui hal ini pasti mereka akan merasa sedih dan kecewa kepada saya. Lalu saya pun membulatkan tekad agar tetap mengikuti UTS  sampai usai, dan merelakan nonton laga final Persib vs Persipura yang akan menjadi sejarah tersebut. Akan tetapi saya berharap dengan saya berkorban tidak menonton persib secara langsung, persib bisa menjadi Juara ISL 2014 dan benar saja itu menjadi kenyataan. Karena saya tidak mau durhaka kepada orangtua dengan mencitai persib ini dan saya memiliki prinsip bahwa “Kuliah teu Kaganggu, Nonton Persib Kudu” yang artinya jangan sampai saat saya menonton persib itu menggangu kuliah saya.

Maknanya:
        Apabila sejak kecil kita menggemari sesuatu dengan serius dan rajin maka yang menentukan jadi atau tidaknya hal itu dimasa depan adalah Allah Swt, kita hanya bisa berusaha, berdo’a dan bertawakan saja kepada Allah Swt, seperti misalnya saya dari kecil memiliki tekad kuat ingin menjadi pemain persib bandung, akan tetapi setelah saya dewasa saya hanya menjadi seorang bobotoh saja, kita harus berhuznudzon kedapada Allah Swt, bahwa Allah Swt mempunyai rencana lain dibalik semua itu dan agar saya tetap memberikan kontribusi kepada persib meskipun menjadi seorang bobotoh saja.      
        Membangun kepercayaan kepada orangtua itu sangatlah butuh perjuangan apalagi terhadap sesuatu yang kita sukai dan cintai tapi orangtua kita bertolak belakang dengan kita. Akan tetapi menjaga kepercayaannya jauh lebih sulit lagi, butuh konsistensi dan kejujuran dari diri kita sendiri.            Saya senang sekali dengan perjalanan hidup saya yang sempat tidak direstui mencitai persib oleh ayah saya, akan tetapi dari situ saya merasakan bagaimana membangun kepercayaan itu dan mempertahannkannya tanpa ada yang hancur salah satunya, contonya: dengan saya mencintai persib maka pendidikan akademik saya menjadi terabaikan, tapi allhamdulillah itu tidak terjadi pada saya, saya belajar bagaimana cara bertanggung jawab yang benar terhadap sesuatu yang kita pilih. Saya tidak mau menjadi durhaka kepada orangtua saya, gara-gara saya berbohong demi mencintai persib, kalau seperti itu berarti cinta saya terhadap Persib Bandung itu tidak murni dan suci lagi. Karena orangtua saya melakukan ini semua demi kebaikan masa depan saya yang cerah. 

Rabu, 01 April 2015

“DELISA Kisah Nyata Seorang Anak Korban Tsunami Yang Diangkat Menjadi Film”

        

        Ini dia DELISA kisah nyata seorang anak korban tsunami yang kisahnya di-Film-kan yaitu dengan judul "Hafalan Shalat Delisa’’. Dengan bantuan tongkat gadis itu berdiri di tengah panggung. Kedua bola matanya terlihat berair, dari mulutnya cerita demi cerita tentang peristiwa tsunami delapan tahun silam mengalir. Delisa Sesekali ia terlihat berhenti bercerita, kadang suaranya terdengar terputus-putus, terutama saat menyebut ibunya. Gadis itu adalah Delisa Fitri Rahmadani, ia biasa dipanggil Delisa Salah satu korban tsunami yang kakinya telah diamputasi, Delisa Gadis yang memakai baju putih dan rok berwarna coklat tersebut lahir di Ulee Lheue Banda Aceh, 15 Desember 1997 silam. Di acara refleksi delapan tahun tsunami Aceh yang digelar di Museum Tsunami Aceh siang kemaren, Delisa menjadi pusat perhatian, saat itu saat terjadi Bencana Alam Tsunami di Aceh katanya Delisa masih berusia 8 tahun lebih 15 hari. Ia masih duduk di kelas 2 MIN Ulee Lheue Banda Aceh.Saat musibah tersebut Delisa kehilangan ibunya Salamah, dan juga ketiga saudara kandungnya, Delisa juga kehilangan anggota tubuhnya, yaitu kaki sebelah kanannya yang harus diamputasi. Kata Delisa “Waktu itu kaki saya sudah membusuk. Telapak kaki sudah terkikis dan nampak tulangnya, selama tiga hari setelah tsunami kaki saya hanya diberi betadine saja. Perihpun sangat luar biasa melihat kondisi saya yang speerti itu, salah satu relawan mengatakan bahwa ada dokter dari Australia di Rumah Sakit Fakinah, relawan itu juga bilang kamu harus terima apapun nanti hasilnya, saya pun siap dioperasi pada hari kelima. Kini Delisa menjalani hari-harinya dengan bantuan tongkat dan kaki palsu, delisa tinggal bersama ayahnya Bakhtiar, dan seorang abangnya yang selamat. Ia kini sekolah di SMK 5 Telkom Banda Aceh & masih kelas satu, delisa adalah remaja yg penuh semangat dan energik. Saat masih SMP ia juga pernah mendapat juara umum, gadis itu jg pandai memainkan alat musik keyboard.“Saya berterima kasih kepada Allah yang telah mengambil kaki saya, di luar sana banyak delisa-delisa lain yang mungkin lebih dari saya," ujarnya. Semoga kisah delisa menjadi inspirasi buat kita semua dan tambah semangat buat menjalani hidup ini, dunia itu terus bergerak dengan lajunya.               
     Hafalan Shalat Delisa adalah film drama Indonesia yang dirilis dan ditayangkan pada 22 Desember 2011 yang disutradarai oleh Sony Gaokasak serta diperankan oleh Nirina Zubir dan Reza Rahadian. Film ini diangkat dari novel laris karya Tere Liye dengan judul yang sama dengan film ini. Seluruh pengambilan adegan film ini dibuat di Aceh.                
        Ini diambil dari kisah nyata yang terjadi dari seorang anal yang bernama Delisa diperankan oleh (Chantiq Schagerl), gadis kecil yang sangat periang, tinggal di Lhok Nga, sebuah desa kecil yang berada di tepi pesisie pantai Aceh dan mempunyai hidup yang indah. Sebagai anak bungsu dari keluarga Abi Usman yang diperankan oleh (Reza Rahadian), ayahnya tersebut bertugas dan bekerja di sebuah kapal tanker perusahaan minyak internasional. Delisa sangat dekat dengan ibunya yang dia panggil Ummi diperankan oleh (Nirina Zubir), serta ketiga kakaknya yaitu Fatimah (Ghina Salsabila) dan si kembar Aisyah (Reska Tania Apriadi) dan Zahra (Riska Tania Apriadi). Delisa adalah anak kecil yang masih polos kegiatan sehari-harinya pun adalah bersekolah dan belajar ngaji dimadrasah dekat rumanya. Delisa hanya tinggal dengan ibu dan kakak-kakaknya karena ayahnya selalu berpergian jauh karena pekerjaannya adalah berlayar. Dimadrasah tempat delisa mengaji tersebut delisa diajarkan bagaimana tatacara shalat dan bacaan shalat, yang nanti pada akhirnya delisa akan medapatkan tes ujian praktek shalat oleh pak ustad yang diperankan oleh (Al Fathir Muchtar). Lalu agar delisa lebih semangat dalam belajar praktek dan bacaan shalat umi nya pun berjanji akan memberikan delisa sebuah kalung emas jika delisa berhasil mendapatkan nilai yang bagus dalam ujian praktek shalatnya nanti. Delisa pun rajin menghafalkan bacaan shalatnya disela-sela saat dia bermain dihalaman rumah, delisa sangat senang sekali dan berharap bisa mendapatkan kalung meas tersebut.              
        Pada 26 Desember 2004, Delisa bersama Ummi sedang bersiap menuju ujian praktek shalat sebelum berangkat delisa merengek kepada ibunya agar bisa memakai kalung emas yang akan diberikan kepada delisa, mereka yang sudah berada diluar rumah pun akhirnya uminya dan delisa kembali ke dalam rumah untuk mengambil kalung emas tersebut selang beberapa menit tiba-tiba terjadi gempa yang sangat mengguncang. Gempa yang cukup membuat ibu dan kakak-kakak Delisa ketakutan. Tiba-tiba tsunami menghantam, menggulung desa kecil mereka, menggulung sekolah mereka, dan menggulung tubuh kecil Delisa serta ratusan ribu lainnya di Aceh serta berbagai pelosok pantai di Asia Tenggara.                  
        Setelah aceh diporak porandakan oleh gempa dan tsunami yang sangat dahsyat delisa berhasil diselamatkan oleh seorang prajurit Angkatan Darat AS yaitu Smith yang diperankan oleh (Mike Lewis), yang ketika itu sedang berpatroli menyisiri pantai untuk mencari dan mengevakuasi para korban, setelah berhari-hari pingsan di cadas bukit. Lalu delisa pun dibawa ke rumah sakit tempat berkumpul para korban yang dievakuasi, penderitaan Delisa menarik iba banyak orang termasuk seorang relawan dokter wanita asal australia yaitu Kak Sophie yang sangat tulus merawat delisa. Sayangnya luka parah membuat kaki kanan Delisa harus diamputasi.. Smith sempat ingin mengadopsi Delisa bila dia sebatang kara, tapi Abi Usman berhasil menemukan Delisa. Delisa bahagia berkumpul lagi dengan ayahnya, walaupun sedih mendengar kabar ketiga kakaknya telah pergi ke surga, dan Ummi belum ketahuan ada di mana. Smith dan Kak Sophie sangat sayang sekali pada delisa hingga saat delisa sudah kembali kerumah bersama ayahnya smith dan kak sophie sering melihat delisa dan mengajaknya mengobrol dan bermain, dan delisa pun mengajak smith bermain bola. Ada pada satu waktu dimana abi usman memaasakan nasi goreng untuk delisa, akan tetapi delisa tidak mau makan karena nasi goreng yang dibuatkan oleh abi usman itu keasinan dan akhirnya delisa pergi ke dapur umum untuk mencari makanan, tidak disangka delisa pun bertemu dengan Koh acan yang merupakan tetangganya yang bersedia memasakan makanan untuk delisa, hingga delisa pun mau makan dengan lahap.               
        Karena daerah aceh dan sekitarnya sudah pulih kembali, itu pun dibarengi oleh usainya tugas dari smith dan kak sophie yang akan segera kembali ke negara asalnya, ketika sedang berpamitan dengan delisa, kak sophie dan smith pun sangat sedih dan rasanya berat hati meninggalkan delisa akan tetapi kak sophie dan smith berjanji akan sering mengunjungi delisa ke indonesia. Lalu tibalah hari ujian praktek shalat delisa yang pada saat itu sempat tertunda karena aceh tergoncang oleh tsunami, dan akhirnya delisapun lulus ujian praktek shalat dan abi dan delisa pun hidup bahagia dan sudah mengikhlaskan kepergian umi dan para kakaknya.

Hikmah yang bisa kita Petik
        Delisa bangkit, di tengah rasa sedih akibat kehilangan, di tengah rasa putus asa yang mendera Abi Usman dan juga orang-orang Aceh lainnya, Delisa telah menjadi malaikat kecil yang membagikan tawa di setiap kehadirannya. Walaupun terasa berat, Delisa telah mengajarkan bagaimana kesedihan bisa menjadi kekuatan untuk tetap bertahan. Walau air mata rasanya tak ingin berhenti mengalir, tapi Delisa mencoba memahami apa itu ikhlas, mengerjakan sesuatu tanpa mengharap balasan. Meskipun pada awalnya delisa mau belajar hafalan shalat karena ingin diberi hadiah oleh uminya karena delisa masih polos belum mengerti apa pentingnya shalat akan tetapi pada akhirnya delisa pun mengerti. Delisa adalah sosok seorang anak perempuan yang solehah yang sangat kuat dan ikhlas meskipun hanya hidup dengan abinya saja, itu mengajarkan kita bahwa tidak ada yang abadi didunia ini, sekalipun orang yang kita sayangi, itu pasti akan pergi, yang abadi adalah cinta kita kepada Allah Swt maka lakukanlah, sayangilah dan cintailah segala sesuatu atas dasarAllah Swt. Percayalah bahwa cobaan yang kita hadapi itu adalah sesuai dengan kemapuan kita agar kita bisa naik tingkat lagi menjadi manusia yang lebih baik dimata Allah Swt.